Do’a merupakan senjata makhluk hidup dan umat Muhammad s.a.w dalam menghadapi kesulitan, kesusahan, dan kelemahan yang ada dan menempa dirinya. Betapa indah dan suci kata-kata yang terucap dalam do’a, ALLAH sangat menyukai orang yang berdo’a karena itu menandakan bahwa kita (manusia) itu lemah dan sangat membutuhkan bantuan ALLAH, dan ALLAH juga akan senang membantu kita (manusia) karena itu menandakan bahwa kita mengakui ALLAH sebagai satu-satunya Tuhan kita (manusia). Oleh karena itu, sahabat berdo’alah dalam keadaan apapun. Jika memang ada do’a kita yang belum dikabulkan, mungkin itu dikarenakan kita kurang merendah kepada ALLAH pada saat berdo’a, permintaan yang kita ajukan tidak terlalu penting dan membebani pikiran, atau mungkin juga ALLAH yang lebih tahu mengapa do’a tersebut belum dikabulkan olehnya. Mungkin juga karena ALLAH ingin lebih lama mendengar keinginan dan suara kita memohon kepada-NYA, benar-benar indah kan sahabat. Pada kesempatan kali ini Saya ingin berbagi cerita tentang seorang hamba ALLAH yang doa’nya sangat mustajab, yaitu Said Bin Jubair.
Ketaqwaan hamba ALLAh yang satu ini tak bisa diragukan lagi. Ketika kepalanya terpisah dari tubuhnya, dia masih tetap mengucapkan kalimat “Laa Ilaaha Illallah”. Doa’nya pun dikabulkan oleh ALLAH untuk menghukum si pembunuh dirinya.
Nama panggilannya adalah Abu Abdullah. Dia datang dari Habasya, dia bergabung dengan Bani Asad dan tinggal di Kufah. Said adalah sahabat dari Imam Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Tholib. Said mempunyai penegtahuan luas yang didapatkan dari Imam Zainal Abidin, seorang Qutub alam semesta. Penerus ilmu Nubuwwah dan imam manusia di zamannya. Said sangat mencitai sholat, dia selalu bangun di waktu Shubuh ketika ayam jantan miliknya berkokok. Suatu ketika ayam jantan kesayangannya itu tidak berkokok, sehingga Said bangun setelah matahari terbit. Sudah barang tentu dia sangat sedih karena tidak dapat menjalankan sholat tepat waktunya. Ketika Said melihat ayam jantannya, dia berkata dengan nada marah, “Mengapa engkau tidak berkokok? Semoga ALLAH membuatmu tak dapat berkokok”!
Sejak saat itu ayamnya tidak dapat berkokok lagi. Melihat peristiwa itu, ibunya Said berkata kepada anaknya, Said, ALLAH mengabulkan do’amu. Jadi jangan memohon kepada ALLAH untuk melawan seseorang, karena orang itu bisa celaka nanti”! Said berusaha menjaga do’anya agar tidak mendo’akan celaka bagi seseorang. Tetapi pada suatu ketika, Said terpaksa mengucapkan do’a mustajabnya ketika menjelang ajal.
Dikisahkan, pada saat itu yang menjadi kholifah adalah Abdul Malik bin Marwan. Dia adalah seorang penguasa yang sangat dzolim dan telah meninggalkan agama Islam yang sebenarnya. Dia adalah pemimpin kaum munafik di zamannya. Dia pula yang mengangkat Al-Hajjaj bin Yusuf sebagai penguasa atau Gubernur Hijaz, kemidian memindahkannya ke Kufah. Al-Hajjaj adalah gubernur yang sangat kejam terhadap rakyatnya. Dia banyak membunuh dan menyiksa rakyat yang tidak bersalah. Suatu ketika, Al-Hajjaj mengirim pasukan muslimin ke perbatasan untuk memperluas invasinya, pasukan muslimin ini dipimpin oleh Abdurahman dan ditugaskan untuk mengambil alih kerajaan Turki yang dipimpin oleh Raja Ratbil.
Terjadilah pertempuran hebat diantara kedua kubu tersebut, tetapi akhirnya pasukan Abdurahman berhasil mengalahkan pasukan Turki. Setelah kemenangan tersebut, kemudian Abdurahman mengirim utusan untuk mengahadap Al-Hajjaj. “Abdurahman ingin melihat tanah-tanah yang ditaklukkan. Dia memerintahkan pasukan untuk istirahat”! ucap utusan tersebut. Kemudian Al-Hajjaj memberikan surat kepada utusan tersebut untuk disampaikan kepada Abdurahman yang isinya kutukan kepada Abdurahaman sebab mengistirahatkan pasukannya. Dia pun memerintahkan pasukan agar terus bertempur.
Abdurahman mengetahui niat jahat Al-Hajjaj di balik perintahnya yang tentunya ingin memperlemah mereka. Dia pun mengajak pasukannya untuk memberontak. Maka, pasukan Abdurahman kembali ke Iraq untuk menumbangkan kedzoliman Al-Hajjaj. Banyak kaum muslimin yang pandai dalam Al-Qur’an, baik mengetahui tafsir dan pengetahuan tentang Al-Qur’an yang bergabung dengan pasukan ini sehingga mereka membentuk pasukan yang kemudian disebut sebagai “Pasukan Pembaca Al-Qur’an”. Pasukan ini dipimpin oleh Kumami bin Ziyad. Dan, Said bin Jubair berada dalam pasukan ini.
Mereka bertempur melawan pasukan Al-Hajjaj dan banyak membebaskan daerah-daerah kekuasaan kekholifahan Abdul Malik bin Marwan. Daerah tersebut adalah Basrah dan Kufah di Iraq, Afganistan, Kirman dan Fars (Iran). Abdul Malik mengirim pasukannya yang lebih besar lagi sehingga terjadi pertempuran yang tidak di dekat Kufah, tepatnya di Dir’al Jumanjum. Dalam pertempuran inilah pasukan Abdurahman mengalami kekalahan. Pasukannya banyak yang tewas, sisanya ada yang tertangkap dan melarikan diri. Abdurahman sendiri melarikan diri ke Turki, Kumail bin Ziyad menghilang, sedangkan Said bin Jubair hijrah ke Mekkah dan memilih tinggal di suatu lembah.
Abdul Malik mengirim utusan untuk mencari Said, yakni Kholid bin Abdullah Al-Qosri. Sesampainya di Mekkah, sang utusan ini naik ke suatu mimbar dan membacakan surat dari Kholifah Abdul Malik bin Marwan untuk rakyat Mekkah. Isi surat itu dibacakan keras-keras dihadapan penduduk Mekkah :
“Dari Abdul Malik bin Marwan, untuk rakyat Mekkah, aku menunjuk Kholid bin Abdullah Al-Qosri sebagai penguasa kalian. Dengarkan dan patuhilah dia. Kami akan membunuh siapapun yang memberi pertolongan kepada Said bin Jubair”. Kemudian Kholid bin Abdullah Al-Qosri berkata, “Bila aku menemukan Said bin Jubair berada di antara rumah kalian, maka akan aku hancurkan rumah itu dan rumah-rumah di sekitarnya”!
Said mengetahui bahwa orang yang akan menolongnya akan dibunuh oleh utusan Abdul Malik bin Marwan. Lalu dia membawa keluarganya ke lembah tempat dia tinggal. Dikisahkan, suatu saat mata-mata Abdul Malik bin Marwan mengetahui keberadaan Said. Si mata-mata ini memberitahukan kepada Kholid. Lalu dikirim beberapa orang berkuda dengan pedang terhunus mendatangi tempat kediaman Said bin Jubair. Orang-orang suruhan Kholid bin Abdullah Al-Qosri menemukan sebuah tenda di balik bebatuan. Lalu mereka turun dari kuda dan mendekati tenda tersebut. Sementara di dalam tenda, Said sedang berdo’a. Anak Said yang mengetahui para penunggang kuda tersebut akan menangkap ayahnya mencucurkan air mata. Ayahnya berkata, “Anakku, mengapa kau menangis? Aku telah hidup selama 75 tahun lamanya, itu adalah waktu yang panjang”.
Kemudian Said memeluk anaknya dan mengucapkan selamat tinggal kepada mereka. Lalu, Said keluar dari tenda dengan gagah berani menghampiri pimpinan orang-orang yang akan menangkapnya itu. Pimpinan pasukan tersebut mengagumi kepribadian Said, dan hatinya tersentuh mendengar Said berdo’a dan berdialog dengan anaknya tadi. “Aku diperintahkan untuk menangkapmu. Larilah sesukamu. Aku akan ikut mendampingimu!” Kata kepala pasukan itu. “Apakah engkau memiliki keluarga?” Tanya Said kepada pimpinan pasukan itu. “Ya!” “Apakah engkau tidak mengkhawatirkan keselamatan mereka?” Tanya Said lagi. “ALLAH akan menyelamatkan mereka,” jawab pimpinan itu.
Namun, Said menolak untuk melarikan diri. Dia tidak ingin ada korban yang dibunuh oleh pimpinan yang dzolim tersebut. Setelah ditangkap, Said dijebloskan ke dalam penjara yang dibangun oleh Al-Hajjaj di sebuah kota yang baru berdiri diantara Kufah dan Basrah. Kota itu bernama Wasit. Di kota ini pula Al-Hajjaj membangun istananya. Sementara, di dalam penjara besar yang dibangunnya terdapat ribuan laki-laki, wanita dan anak-anak yang mendapat siksaan. Mereka adalah para rakyat yang tidak bersalah, yang menentang kekuasaannya yang dzolim.
Suatu hari, Said dihadapkan ke Al-Hajjaj di istana Kota Wasit, “siapa namamu?” Tanya Al-Hajjaj, Said berkata, “Aku Said bin Jubair!” (Dalam bahasa Arab Said berarti gembira dan Jubair berarti tidak dapat dihancurkan). Al-Hajjaj berkata, “Bukan! Namamu adalah Shaqi bin Kusair (Shaqi berarti kesedihan dan Kusair berarti dapat dihancurkan). “Ibuku lebih mengetahui namaku!” Balas Said dengan lantang, “Semoga ibumu dalam kesedihan!” Balas Al-Hajjaj lagi. Tapi Said pun membalas dengan lantang lagi, “ALLAH-lah yang lebih mengetahuinya!”. Al-Hajjaj terdiam, kemudian dia bertepuk tangan. Seseorang yang buruk rupa keluar dengan bertingkah lucu. Al-Hajjaj dan yang hadir di situ tertawa terbahak-bahak kecuali Said yang hanya tetap terdiam.
“Mengapa engkau tidak tertawa?” Tanya Al-Hajjaj. “Tidak ada yang perlu ditertawakan!” Jawab Said. “Aku tertawa!” Ucap Al-Hajjaj. Demikianlah ALLAH menciptakan kita berbeda-beda!” Ucap Said. Kemudian Al-Hajjaj memerintahkan untuk mengambil sekotak permata, lalu memilihnya di hadapan Said. “Apa yang engkau pikirkan dengan permata ini?” Tanya Al-Hajjaj. “Permta itu bagus bila engkau belanjakan di jalan ALLAH!” jawab Said. “Kenapa?” Tanya Al-Hajjaj. “untuk menyelamatkanmu di hari kiamat nanti!” balas Said.
Al-Hajjaj terdiam lalu memerintahkan algojonya untuk membunuh Said. Said meminta izin untuk mengerjakan Shalat dua rakaat. Lalu, dia menghadap Ka’bah sambil berkata, “Sungguh aku hadapkan dengan lurus, sepenuhnya kepada ALLAH yang menciptakan langit dan bumi. Dan aku bukanlah seorang yang musyrik. “Palingkan dia dari Ka’bah!” perintah Al-Hajjaj. Lalu, Said mengucapkan do’a mustajabnya, “Ya ALLAH, jangan ampuni orang yang menghukumku. Hukum dia dengan darahku. Dan jadikanlah aku orang yang terakhir dari pengikut Muhammad s.a.w yang dia bunuh.”
Kemudian algojo memenggal kepala Said. Ketika kepalanya jatuh ke tanah terdengar ucapan kalimat tauhid, Laa Illaha Illallaah.” Sementara itu Al-Hajjaj heran melihat darah mengalir terus menerus dari tubuh Said. Dia pun memanggil tabib pribadinya. “Semua orang sebelumnya yang engkau bunuh dalam keadaan takut, sehingga darak mereka terhenti pada pembuluh darah mereka. Sedang Said tidak takut, detak jantungnya normal,” tabib itu memberikan penjelasan medis.
Darah dari potongan tubuh Said terus mengalir dan membuat Al-Hajjaj sangat ketakutan. Sejak kesyahidan Said bin Jubair itulah akhirnya Al-Hajjaj berubah menjadi gila. Dia selalu berteriak dengan kata-kata, “Mengapa aku membunuh Said bin Jubair?” Lima belas hari kemudian dalam kegilaannya, Al-Hajjaj tiba-tiba tewas mengenaskan. Do’a Said dijabah oleh ALLAH SWT, setelah kematian Al-Hajjaj, penjara kota Wasit dibuka dan para tahanan yang terdiri dari laki-laki, wanita, dan anak-anak yang berjumlah lima puluh ribuan pun dibebaskan.
Begitulah sepenggal cerita salah satu pejuang Islam dan umat Baginda Nabi Muhammad s.a.w, yang do’anya sangat mustajab dikarenakan ketaqwaannya kepada ALLAH SWT. Kita sebagai manusia tidak mempunyai apa-apa dan tidak bisa berbuat apa-apa di dunia ini. Yang bisa kita lakukan hanya berdo’a dan berusaha untuk bisa dilihat dan ditatap dengan penuh kasih sayang dan ridho dari ALLAH SWT.
۞ Sumber : Misteri (2009)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar